TEMPO.CO, Jakarta - Setiap wanita akan mengalami menopause atau masa berakhirnya siklus menstruasi. Hal ini menyebabkan perubahan hormon yang berimbas pada kondisi fisik dan psikis wanita. Umumnya wanita yang memasuki masa ini merasa tidak nyaman, kegerahan, gangguan seksual, dan emosi tidak stabil.
“Masa menopause terjadi di antara usia 48 hingga 54 tahun. Sebelumnya, ada masa peralihan yang disebut dengan premenopause sekitar tiga atau lima tahun sebelumnya. Di masa ini hormon mulai turun, gejalanya antara lain terasa lebih panas dan mood berubah,” kata dokter spesialis kebidanan dan kandungan Rumah Sakit Pondok Indah-Puri Indah, Grace Valentine, di Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2019.
Karena rasa tidak nyaman yang ditimbulkan, banyak wanita yang ingin menundanya. Apalagi pada sebagian orang, gejala yang ditimbulkan lebih berat. Namun, cepat atau lambatnya menopause sangat tergantung pada cadangan sel telur. Sel telur ini sudah terbentuk saat di dalam kandungan dan akan terus berkurang sedikit demi sedikit saat menstruasi.
“Pada wanita yang cepat menstruasi atau mengonsumsi obat kesuburan, menopause akan datang lebih cepat,” kata dia.
Meski tidak bisa dicegah, gejala yang muncul saat menopause bisa dikurangi dengan terapi suli hormon. Namun, terapi ini berisiko bagi pasien dengan kondisi kesehatan tertentu seperti obesitas, pengentalan darah, gangguan jantung, atau diabetes.
“Healthy lifestyle dan bagaimana wanita menyikapi menopause mempengaruhi gejala. Kalau ketakutan pada menopause biasanya lebih gampang merasakan gejalanya,” Grace menjelaskan.
Sebaliknya, jika menopause disikapi sebagai proses natural dan healthy lifestyle, stamina dan fisik akan lebih kuat. “Memang tidak akan menunda menopause, tapi gejala yang dirasakan akan jauh berkurang,” kata dia.